Kamis, 16 Juni 2011

Sesudah Insiden Terpilihnya Reza

oleh Yoga ZaraAndritra pada 21 Januari 2011 jam 17:49

Terpilihnya Reza atau Muhammad Reza Anshori sebagai ketua umum PP Hima Persis bagi sebagian orang adalah insiden. Dikatakan insiden karena terpilihnya dia seolah-olah suatu kejadian yang tidak direncanakan, seolah-olah ini suatu kebetulan. Di luar dugaan Reza melesat sampai puncak. Bayangkan, rekam jejak di Hima Persis saja Reza ini samar-samar dan diragukan. Mungkin, bagi Lam-Lam Pahala, Reza ini berguna dan bermanfaat sebab jaringannya ‘aduhai’ di Garut sana. Tidak tanggung-tanggung jaringan ke Bupati Garut ia genggam. Bagi Irwan, Deden, Andri dan Endik terpilihnya Reza adalah suatu insiden. Suatu hal yang tidak diduga, di luar batas-batas nalar politiknya. Dan bagi saya, fenomena terpilihnya Reza menjadi penunjuk secara tidak langsung betapa bodohnya elit-elit ‘kuncen’ Hima Persis (Irwan, Deden, Andri dan Endik), dan betapa pintarnya Reza yang masih ‘hijau’ dan belum lulus S1.


Padahal, di Muktamar sebagai moment politik tak ada yang tak direncanakan. Politik itu berbicara tentang cara memperoleh kekuasaan. Dan bila berbicara cara berarti berbicara system (berbicara rencana-rencana bagaimana caranya menang), dan bila berbicara system berarti berbicara hasil (output). Outputnya jelas, meloloskan Reza sebagai Ketua Umum PP Hima Persis. Cara atau system bagaimana memenangkan Reza, tentu hal itu Reza pikirkan bersama mesin politiknya. Dan itu luput dibaca oleh elit-elit ‘kuncen’ Hima Persis. Pantas saja jika mereka menganggap terpilihnya Reza sebagai insiden. Jika saya pake konsepsi Tibor Mende yaitu mengenai sejarah hari esok yang dipaparkan Ali Syari’ati dalam tulisannya berjudul A Glance At Tomorrow’s History. Mereka ini terjebak memahami sejarah yaitu hanya sebagai peristiwa masa lalu sehingga masa depan luput mereka baca. Sejarah dikiranya, melulu tentang masa lalu, padahal dalam masa lalu ada termuat visi-visi atau cita-cita yang menunggu terealisasi di masa berikutnya. Di masa lalu Reza adalah janin dalam rahim tindakan orang yang menghendakinya, dan kini Reza terlahir menjadi sesuatu. Tak ada yang salah dengan terpilihnya Reza, hanya saja elit-elit ‘kuncen’ Hima Persis luput membaca sejarah hari esok.

Di sisi yang lain, terpilihnya Reza sebagai ketua umum adalah penunjuk betapa selama dua periode Lam-Lam Pahala memimpin Hima Persis sesungguhnya Hima Persis tak melakukan apa-apa di bidang kaderisasi. Hima Persis jalan di tempat. Harusnya seorang Lam-Lam Pahala yang disebut-sebut intelektualnya Hima Persis bersama pembatu-pembatunya bisa mempormulasi pola kaderisasi yang mampu melahirkan calon-calon pemimpin yang memenuhi kualifikasi. Diakui atau tidak Reza ini dalam berbicara di depan umum perlu dibantu oleh mereka yang dianggap cukup baik berbicara di depan umum. Tidak hanya dari sisi pelafalan dan moment pengucapan yang banyak tidak pas, pun dalam hal isi pembicaraanya perlu juga dibantu, sehingga tidak lagi terkesan hampa/kosong apa yang dibicarakan Reza.

Juga tentang gaya pikir Persatuan Islam (Persis) yang dikenal ketat, atau dalam bahasa epistemology, gaya pikir Persis ini disebut proseduralis. Nampaknya di Hima Persis gaya pikir macam ini menjadi tak bermakna. Gaya pikir proseduralis yang saya maksud. Di Persatuan Islam biasanya cenderung mementingkan kesahihan, ini adalah implikasi dari cara meneliti hadits. Alih-alih berbicara matan hadits, yang mula-mula menjadi focus penelitian adalah sahih tidaknya suatu hadits baru kemudian berbicara matan suatu hadits. Gaya pikir yang ketat seperti ini, nampaknya tidak berlaku di Hima Persis. Siapa pun berhak menjadi ketua umum. Terlepas dari apakah si calon telah lulus S1 atau belum dan telah ikutan step by step jenjang kaderisasi di Hima Persis atau belum (sehingga seseorang itu disebut sahih sebagai kader Hima Persis). Semua itu menjadi tak bermakna di Hima Persis. Sebab sentiment kedaerahan dan kedarahanlah yang dipentingkan (yang bermakna). Dan Reza adalah salah seorang yang memanfaatkan sentiment di atas hingga dirinya bisa mengangkangi keketatan gaya pikir orang Persatuan Islam. Reza belum lulus S1, step by step jenjang kaderisasi Hima Persis pun diragukan. Baru sampai sini, sesungguhnya Reza belum memenuhi kualifikasi sebagai ketua umum secara procedural. Dengan kata lain, Reza diragukan kesahihannya sebagai kader Hima Persis.

Oleh karenanya, saya tidak berharap orang sekelas Reza mampu berbicara visi-misi intelektual Hima Persis. Bisa ditebak, orang sekelas Reza, paling banter hanya mampu berbicara tentang capaian-capaian pragmatis Hima Persis ke depan. Dan menyampaikan bagaimana trik-trik memperoleh kepercayaan birokrat yang memegang kunci-kunci lumbung ‘padi’ di pemerintahan. Mungkin Reza adalah salah seorang yang pandai membagi kue-kue kekuasaan diantara sesamanya namun belum tentu ia piawai (atau bahkan tidak piawai sama sekali) memikirkan visi intelektual Hima Persis yang bercorak; Ilmiah, Progresif, dan Revolusioner. Reza adalah anak-anak setia yang dihidupi dan diasuh oleh ‘sistem instan’. Sistem yang membawa seseorang pada pemegang kunci-kunci lumbung ‘padi’ pemerintah. Oleh karenanya, mana mampu dan mana berani Reza merelakan dirinya menjadi icon revolusioner Hima Persis. Yang merombak system macam itu dan lalu melahirkan satu system yang lebih maslahat. Sebab Reza adalah kader ‘instan’ yang lahir dari system ‘instan’. Kader ‘luar’ yang tiba-tiba saja melesat sampai ke puncak karena lemahnya ‘sistem imun’ Hima Persis.

Sistem imun dalam satu organisasi dibangun di dua sector, yaitu Bidang Kaderisasi dan Kajian Ilmiah. Dua bidang ini selama periode Lam-lam memang tak dibangun secara serius. Alhasil kader-kader luar mudah saja masuk dan merangsak sampai ke puncak. Bila kondisi lemahnya system imun dalam Hima Persis terus dibiarkan maka jangan heran bila di kemudian hari Hima Persis lebih parah dari kondisi sekarang, yaitu bukan organisasi mahasiswa yang punya posisi kritis melainkan sebagai organisasi mahasiswa yang bermental pengemis, dan yang mensubordinasi diri pada penguasa meskipun penguasa itu korup. Oleh karenanya jangan harap Hima Persis punya independensi yang sepenuh-penuhnya atau jangan harap Hima Persis ke depan mampu melahirkan intelektual-intelektual merdeka. Hima Persis ke depan jadi semacam wadah tempat berkumpulnya orang-orang yang berlomba memperoleh akses kepada orang-orang yang memegang kunci ‘lumbung padi’ di pemerintahan.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons