Kamis, 16 Juni 2011

Menanti Janji-janji Politik Irwan Terealisasi

oleh Yoga ZaraAndritra pada 21 Januari 2011 jam 17:48

 Saat sebelum naik menjadi Ketua 1 PP Hima Persis, komunikasi kami sebagai kader di komisariat frekuensinya menjadi sangat tinggi dengan Irwan. Ketua 1 PP Himsis adalah yang menangani bidang internal Hima Persis secara keseluruhan. Saat itu Irwan ditawari menjadi Ketua 1. Reza alih-alih menawari Endik sebagai sesuatu, ia malah menawari Irwan posisi yang cukup strategis di Hima Persis. Bisa difahami, sebab pada waktu itu Irwan memiliki posisi tawar yang cukup tinggi, sebab didukung diantaranya oleh Hima Persis Bandung dan Cianjur. Secara kuantitas, Hima Persis terkonsentrasi di wilayah Jawa Barat diantaranya Bandung dan Cianjur. Oleh karenanya wajar jika kemudian Reza menawari Irwan tinimbang Endik yang hampir tidak mendapatkan simpati dari sebagian besar komisariat yang ada. Karena dianggap bedosa oleh kedua kubu yang bertarung di arena Muktamar Tasik.



Komunikasi kami berjalan begitu padat sebab pada waktu itu kami, sebut saja sebagai orang-orang kalah di Muktamar hendak menyusun strategi mau dibawa ke mana kelompok kami yang dikomandani oleh Irwan. Menempuh jalur oposisi sejati dengan cara memenangkan kuasa di PW Hima Persis Jawa Barat ataukah memilih masuk lingkaran PP dengan Irwan sebagai Ketua 1 PP Himsis. Akhirnya diputuskan bahwa Irwan harus masuk lingkaran PP, meskipun sebelumnya Irwan seolah-olah tegas memilih untuk oposisi sejati. Saat memilih untuk oposisi sejati, air mukanya begitu meyakinkan, seolah-olah menyuruh kami untuk berdarah-darah dan senantiasa berjuang secara penuh di PW Jawa Barat mengimbangi PP. Entah kenapa keputusan itu begitu cepat berubah, tidak sampai satu minggu dari keputusan semula.

Bagi saya pribadi dan kami umumnya sebagai kader Himsis UIN Bandung merasa heran. Namun, buru-buru diyakinkan oleh Irwan bahwa ini demi kemaslahatan bersama, di samping nantinya kelompok kita akan lebih leluasa menyalurkan aspirasi-aspirasi khususnya di bidang Kajian Ilmiah (KaIl), sebab orang-orang KaIl adalah orang-orang Irwan. Tidak hanya itu, Irwan menjanjikan bahwa nanti saat ia menjadi Ketua 1 akan dibentuk beberapa klub, salah satunya klub filsafat. Juga akan dibentuk lembaga penelitian dan lembaga penerbitan.

Bagi saya, ketiga hal di atas adalah janji-janji politik Irwan pada umat namun sampai saat ini belum kunjung terealisasi. Bahkan semenjak ia menjabat sebagai Ketua 1 Hima Persis, antara kami dengan Irwan jadi jarang berkomunikasi. Tidak seperti dulu, komunikasi dibangun dengan sangat intens, saat ini tidak. Berbanding lurus dengan kinerjanya yang ‘memble’. Sepertinya, mentalitas seperti ini sudah dimaklum di Indonesia. Seperti politisi pada umumnya, mereka berjibaku saat ingin dipilih dan mendapat simpati masyarakat awam. Dan setelah terpilih, mereka seolah-olah merasa tidak lagi mempunyai tanggungjawab menghidupi komitmen-komitmen yang pada awalnya mereka bangun. Mereka lupa, dan baru ingat lagi saat moment-moment politik seperti pemilu (atau muktamar) kembali digelar.

Dikiranya, kepercayaan itu tak menuntut untuk ditanggungjawabi dan dihidupi. Dikiranya setelah menapaki level karir tertentu, karirnya akan terus melesat ke atas. Padahal di suasana demokrasi Hima Persis yang beranjak menjadi kritis, kepercayaan adalah salah satu hal yang utama. Bila kepercayaan atau komitmen tidak ditanggungjawabi dan dihidupi, ia biasanya menguap ke atas dan lalu hilang.

Tipe-tipe politisi pelupa seperti ini, tak jarang adalah tipe politisi yang tak punya kejelasan visi, mau diapakan umat dalam satu wadah organisasi ini (baik itu Negara atau organisasi mahasiswa). Yang mereka pentingkan biasanya karir pribadi dirinya. Terserah umat mau seperti apa, jika karirnya telah mati atau dirusak seseorang ia tidak segan ‘out’ dari organisasi yang ia diami. Oleh karenanya, orang yang menjadi ketua secara structural di organisasi, belum tentu ia adalah pemimpin orang-orang dalam organisasinya. Tak jarang, mereka hanya memanfaatkan jabatan strategisnya guna mencapai jabatan strategis yang lebih atas, hanya sebagai batu loncatan saja untuk mencapai cita-cita pribadinya. Maka tak heran bila mereka memerah umat demi keuntungan pribadinya, umat dipandang sebagai sapi perah.

Alih-alih berbicara konsepsi pemberdayaan umat bersama umatnya lalu berbicara bagaimana cara mewujudkan konsepsi pemberdayaannya. Politisi macam itu hanya sibuk memikirkan bagaimana mengamankan posisinya, sambil senantiasa melibatkan umat untuk juga mengamankan posisi dirinya. Dengan dalih, demi kemaslahatan umat. Padahal, demi kemaslahatan dirinya. Atau bagaimna cara menjatuhkan lawan politiknya, missal dengan mewacanakan issue musyawarah luar biasa (impeachment dan lain sebagainya). Issue-isue macam itu akan berguna jika yang dihadapi adalah massa pendukung yang awam politik. Namun, jika yang dihadapi adalah massa pendukung yang melek politik, issue macam itu akan ditinggalkan dan berusaha mengingatkan ‘jagoannya’ bahwa yang lebih penting adalah mewujudkan janji-janji yang telah diucapkan dan dikomitmenkannya untuk diwujudkan.

Rasanya usul-usul macam itu dari massa pendukung yang melek politik yang mesti didengarkan. Itu pun jika sang politisi tercerahkan. Sehingga, sang politisi bersegera untuk mewujudkan segala janjinya  dengan cara mengajak pendukungnya untuk juga bekerja mewujudkannya. Sampai di situ, politik baru dikatakan sehat, sebab yang diperjuangkan adalah cita-cita bersama yaitu cita-cita umat. Dan tentu saja konsepsi-konsepsi yang memaslahatkan umat. Sebab politisi yang baik dan cerdas adalah politisi yang menawarkan konsepsi tentang bagaimana memaslahatkan umat dan lalu bekerja mewujudkan konsepsi kemaslahatannya dengan umat yang dijadikan objek konsepsinya.

Sangat sempit, jika politik praktis dipandang sebagai arena bagi-bagi kue kekuasaan belaka. Politik praktis lebih dari itu, ia adalah cara bagaimana mewujudkan suatu cita-cita (konsepsi/rumusan tentang sesuatu). Orang-orang yang tidak setia pada cita-citanya adalah para pengkhianat. Dan para politisi yang tidak berusaha mewujudkan komitmennya/konsepsi, mereka bisa digolongkan sebagai para pengkhianat. Yang dikemudian hari tidak berhak tubuh dan ruhnya dipercaya lagi oleh umat.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons